ITSBAT
NIKAH (PENGESAHAN PERKAWINAN)
Oleh
Nova Sukardianto, S.H.,
M.H.
Perkawinan
sah apabila dilangsungkan sesuai dengan aturan agama dan kepercayaan kemudian
dicatatkan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, hal ini
sesuai dengan ketentuan Pasal 2 Undang-Undang Perkawinan.
Perkawinan
dianggap sah secara agama atau kepercayaan tentu setelah memenuhi rukun dan
syarat yang ditentukan oleh masing-masing agama dan kepercayaan tersebut. Perkawinan
sah secara agama atau kepercayaan saja tidak cukup dalam mengarungi bahtera
rumah tangga, disamping sah secara agama perkawinan tersebut harus tercatat di
lembaga pencatatan perkawinan. Lembaga pencatatan perkawinan bagi yang beragama
Islam di Kantor Urusan Agama (KUA) sedangkan bagi yang beragama non-Islam di
Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil).
Pencatatan
perkawinan ini sangatlah penting bagi kelangsungan kehidupan berumah tangga,
karena pencatatan perkawinan merupakan bukti otentik terhadap peristiwa
perkawinan itu sendiri dalam bentuk Buku Nikah/Akta Nikah. Banyak ditemukan di
dalam kehidupan masyarakat perkawinan yang tidak tercatat.
Sebagian
kecil dari masyarakat tidak begitu mementingkan pencatatan perkawinan, ada yang
beranggapan yang penting perkawinannya sah secara agama. Anggapan seperti ini
tentunya anggapan yang salah dan pada ujungnya akan merugikan dirinya sendiri
serta anak keturunannya kelak.
Banyak
kerugian yang akan diperoleh dari tidak dicatatkannya perkawinan, adapun
kerugian tersebut diantaranya: 1. Secara hukum perkawinan tersebut dianggap
tidak sah karena tidak ada bukti dari peristiwa perkawinan tersebut; 2. Apabila
terjadi perceraian dari pasangan yang perkawinannya tidak tercatat tersebut
tentu sangat sulit untuk mengklaim harta bersama atau gono gini; 3. Anak tidak
berhak atas harta warisan orang tuanya (Ayah) yang perkawinanya tidak tercatat;
4. Apabila anak yang lahir perempuan maka Ayahnya tidak bisa menjadi wali
nikah; 5. Anak laki-laki dari perkawinan yang tidak tercatat tidak bisa menjadi
wali nikah adiknya yang perempuan; 6. Pandangan masyarakat terhadap perkawinan
tidak tercatat kurang baik bahkan jika ada anak yang lahir dari perkawinan yang
tidak tercatat tersebut akan dilebeli anak haram.
Lalu
kemudian timbul pertanyaan bagaimana jika sudah terjadi perkawinan akan tetapi
belum pernah tercatat di lembaga pencatatan perkawinan atau sudah dicatatkan (memiliki
buku nikah) namun bodong?
Dalam
menjawab pertanyaan tersebut, bagi masyarakat yang mengalami hal seperti diatas,
maka dapat mengajukan permohonan Itsbat
Nikah (permohonan pengesahan perkawinan) ke Pengadilan Agama atau Mahkamah Syar’iyah.
Permohonan
itsbat nikah dapat dilakukan oleh
kedua suami istri atau salah satu dari suami istri, anak, wali nikah, dan pihak
lain yang berkepentingan dengan perkawinan tersebut kepada Pengadilan Agama
atau Mahkamah Syar’iyah dalam wilayah hukum pemohon bertempat tinggal, dan
permohonan itsbat nikah harus
dilengkapi dengan alasan dan kepentingan yang jelas serta konkrit.
Permohonan itsbat nikah memiliki dua sifat.
Pertama, bersifat voluntair, produknya berupa penetapan, jika isi penetapan
tersebut menolak permohonan itsbat nikah,
maka suami istri bersama-sama atau masing-masing dapat mengajukan upaya hukum
kasasi. Kedua, bersifat kontensius,
permohonan itsbat nikah yang diajukan
oleh salah satu pihak sebagai Pemohon dan menjadikan pihak lainnya sebagai
termohon, produknya berupa putusan, dan terhadap putusan tersebut dapat diajukan
upaya hukum banding dan kasasi.
Untuk
info lebih lanjut dapat menghubungi kami pada:
Kantor Hukum NOVA
SUKARDIANTO & PARTNERS
Jl. Dadap, Taman Yasmin,
Kel. Curugmekar, Kec. Bogor Barat, Kota Bogor
HP/WA : 0812 6765 1140