Minggu, 11 September 2022

STATUS PERKAWINANMU..?

 

ITSBAT NIKAH (PENGESAHAN PERKAWINAN)

Oleh

Nova Sukardianto, S.H., M.H.


Perkawinan sah apabila dilangsungkan sesuai dengan aturan agama dan kepercayaan kemudian dicatatkan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 2 Undang-Undang Perkawinan.

Perkawinan dianggap sah secara agama atau kepercayaan tentu setelah memenuhi rukun dan syarat yang ditentukan oleh masing-masing agama dan kepercayaan tersebut. Perkawinan sah secara agama atau kepercayaan saja tidak cukup dalam mengarungi bahtera rumah tangga, disamping sah secara agama perkawinan tersebut harus tercatat di lembaga pencatatan perkawinan. Lembaga pencatatan perkawinan bagi yang beragama Islam di Kantor Urusan Agama (KUA) sedangkan bagi yang beragama non-Islam di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil).

Pencatatan perkawinan ini sangatlah penting bagi kelangsungan kehidupan berumah tangga, karena pencatatan perkawinan merupakan bukti otentik terhadap peristiwa perkawinan itu sendiri dalam bentuk Buku Nikah/Akta Nikah. Banyak ditemukan di dalam kehidupan masyarakat perkawinan yang tidak tercatat.

Sebagian kecil dari masyarakat tidak begitu mementingkan pencatatan perkawinan, ada yang beranggapan yang penting perkawinannya sah secara agama. Anggapan seperti ini tentunya anggapan yang salah dan pada ujungnya akan merugikan dirinya sendiri serta anak keturunannya kelak.

Banyak kerugian yang akan diperoleh dari tidak dicatatkannya perkawinan, adapun kerugian tersebut diantaranya: 1. Secara hukum perkawinan tersebut dianggap tidak sah karena tidak ada bukti dari peristiwa perkawinan tersebut; 2. Apabila terjadi perceraian dari pasangan yang perkawinannya tidak tercatat tersebut tentu sangat sulit untuk mengklaim harta bersama atau gono gini; 3. Anak tidak berhak atas harta warisan orang tuanya (Ayah) yang perkawinanya tidak tercatat; 4. Apabila anak yang lahir perempuan maka Ayahnya tidak bisa menjadi wali nikah; 5. Anak laki-laki dari perkawinan yang tidak tercatat tidak bisa menjadi wali nikah adiknya yang perempuan; 6. Pandangan masyarakat terhadap perkawinan tidak tercatat kurang baik bahkan jika ada anak yang lahir dari perkawinan yang tidak tercatat tersebut akan dilebeli anak haram.

Lalu kemudian timbul pertanyaan bagaimana jika sudah terjadi perkawinan akan tetapi belum pernah tercatat di lembaga pencatatan perkawinan atau sudah dicatatkan (memiliki buku nikah) namun bodong?

Dalam menjawab pertanyaan tersebut, bagi masyarakat yang mengalami hal seperti diatas, maka dapat mengajukan permohonan Itsbat Nikah (permohonan pengesahan perkawinan) ke Pengadilan Agama atau Mahkamah Syar’iyah.

Permohonan itsbat nikah dapat dilakukan oleh kedua suami istri atau salah satu dari suami istri, anak, wali nikah, dan pihak lain yang berkepentingan dengan perkawinan tersebut kepada Pengadilan Agama atau Mahkamah Syar’iyah dalam wilayah hukum pemohon bertempat tinggal, dan permohonan itsbat nikah harus dilengkapi dengan alasan dan kepentingan yang jelas serta konkrit.

Permohonan itsbat nikah memiliki dua sifat. Pertama, bersifat voluntair, produknya berupa penetapan, jika isi penetapan tersebut menolak permohonan itsbat nikah, maka suami istri bersama-sama atau masing-masing dapat mengajukan upaya hukum kasasi. Kedua, bersifat kontensius, permohonan itsbat nikah yang diajukan oleh salah satu pihak sebagai Pemohon dan menjadikan pihak lainnya sebagai termohon, produknya berupa putusan, dan terhadap putusan tersebut dapat diajukan upaya hukum banding dan kasasi.

 

Untuk info lebih lanjut dapat menghubungi kami pada:

Kantor Hukum NOVA SUKARDIANTO & PARTNERS

Jl. Dadap, Taman Yasmin, Kel. Curugmekar, Kec. Bogor Barat, Kota Bogor

HP/WA : 0812 6765 1140

Tidak ada komentar:

Posting Komentar