Senin, 07 Agustus 2023

LGBT Ditinjau Dari Perspektif Hukum Perkawinan

 

LGBT Ditinjau Dari Perspektif Hukum Perkawinan

Oleh

Nova Sukardianto, S.H., M.H.

Beberapa negara barat telah melegalkan perkawinan sejenis yaitu perkawinan antara laki-laki dengan laki-laki, perempuan dengan perempuan dan praktik seksual menyimpang lainnya yang lebih dikenal dengan Lesbi, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT).

Prilaku seksual yang menyimpang ini oleh dunia barat dianggap hal biasa yang merupakan ekspresi kebebasan setiap individu, dengan dalih kemanusiaan dan/atau Hak Asasi Manusia (HAM), mereka menganggap LGBT tersebut suatu entitas yang harus diakui keberadaannya dan dijamin hak-haknya.

Dengan diakui keberadaan dan dilegalkannya praktik seksual yang menyimpang tersebut oleh dunia barat, membuat kekhawatiran di tengah masyarakat, dengan pertanyaan yang mendasar. Apakah LGBT akan legal dan/atau dilegalkan di Indonesia?

Kekhawatiran tersebut dirasa wajar mengingat Negara Indonesia merupakan Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa (Pasal 29 Ayat 1 Undang-Undang Dasar Tahun 1945 (UUD 1945), yang dapat diartikan melarang ketidak percayaan kepada Tuhan serta menjamin setiap pemeluk agama mejalankan agamanya. Dalam perspektif agama yang diakui di Indonesia tidak ada satupun ajaran agama yang ada di Indonesia membenarkan praktik seksual yang menyimpang sebagaimana LGBT tersebut.

Selanjutnya dalam ketentuan Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Dasar Tahun 1945 (UUD 1945) menyatakan Negara Indonesia adalah Negara Hukum, yang mengandung pengertian bahwa segala tatanan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara didasarkan atas hukum yang berlaku.

Jika dilihat dari segi hukum Perkawinan, LGBT tersebut telah mengingkari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan juncto Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Dalam ketentuan pasal 1 UU Perkawinan menerangkan bahwa “Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.

Jika dilihat dari isi pasal 1 UU Perkawinan ini maka dapat diuraikan paling tidak 4 (empat) unsur, diantaranya:

-        Perkawinan adalah ikatan lahir batin;

-        Antara seorang pria dan serang wanita sebagai suami istri;

-        Tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia;

-        Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa;

Kemudian penjelasan dari unsur-unsur diatas adalah sebagai berikut:

Perkawinan adalah ikatan lahir batin

Dapat diartikan perkawinan yang dilangsungkan tersebut mempunyai hubungan yang sangat erat sekali dengan agama/kerohanian, sehingga perkawinan bukan hanya mempunyai unsur lahir/jasmani, akan tepapi juga unsur batin/rohani;

Antara seorang pria dan serang wanita sebagai suami istri

Perkawinan itu hanya bisa dilangsungkan antara seorang pria dengan seorang wanita dengan seorang, hal ini berkaitan dengan unsur berikutnya yaitu tujuan perkawinan itu sendiri;

Tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia

Tujuan dari perkawinan itu adalah membentuk keluarga, yang mana didalam keluarga ada ayah, ada ibu dan ada anak. Dalam artian tujuan dari perkawinan itu adalah untuk melanjutkan keturunan;

Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa

Negara Indonesia merupakan  hukum yang berketuhanan yang menjamin setiap pemeluk agama menjalankan agamanya, begitu juga dengan perkawinan bagi yang beragama Islam melaksanakan perkawinan secara Islam, yang beragama Kristen melaksanakan secara Kristen dan begitu juga dengan agama lain Khatolik, Hindu, Budha dan Konghucu melaksanakan perkawinan menurut agama masing-masing.

Berdasarkan unsur-unsur Pasal sebagaimana diuraikan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa perkawinan itu hanya boleh dilaksanakan antara seorang pria dengan seorang wanita yang seagama sesuai dengan hukum dan/atau tuntunan dan tata cara masing-masing agama guna melanjukan keturunan. Kemudian ditegaskan dalam Pasal 2 Ayat 1 UU Perkawinan, bahwa Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu.

Jika perkawinan yang dilakukan adalah perkawinan sesama jenis, maka secara agama tidak sah dan juga tidak sah secara negara dan dipastikan tidak akan bisa memberikan keturunan, kemudian muncul lagi  pertanyaan Apakah kelompok LGBT itu orang yang beragama?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar